Asean.or.id – Pembunuhan hakim di pengadilan mengguncang Tirana, Albania, ketika seorang terdakwa menembak mati hakim yang mengadilinya pada Senin lalu. Insiden mengerikan ini merenggut nyawa Hakim Astrit Kalaja dan melukai dua orang lain, memicu kekhawatiran tentang keamanan pengadilan. Pemerintah segera menangkap pelaku dan menyerukan reformasi sistem keamanan yang lebih ketat. Dengan pembunuhan hakim di pengadilan ini, Albania menghadapi tantangan serius untuk melindungi sistem peradilan dari kekerasan bersenjata. Berikut kronologi lengkap, latar belakang, dan implikasi tragedi ini bagi keadilan di negara Balkan tersebut.
Pembunuhan Hakim di Pengadilan: Kronologi Tragedi
Seorang pria berusia 30 tahun, yang menghadapi sidang sengketa properti, tiba-tiba menarik revolver dan menembak Hakim Astrit Kalaja di Pengadilan Banding Tirana. Kejadian ini terjadi Senin pagi saat hakim memimpin persidangan dengan tenang. Pelaku, yang dikenal dengan inisial E.Sh. dan diduga bernama Elvis Shkëmbi, menembak beberapa kali, mengenai hakim secara fatal dan melukai ayah serta anak dari pihak lawan. Misalnya, saksi mata melaporkan kekacauan instan, dengan peserta sidang berlarian mencari perlindungan.
Polisi langsung bertindak, mengepung gedung pengadilan dan mengejar pelaku yang kabur. Tim keamanan menangkapnya beberapa jam kemudian bersama revolver yang digunakannya. Selain itu, petugas medis membawa korban luka ke rumah sakit, dan kini kondisi mereka stabil meskipun trauma psikologis tetap berat. Dengan demikian, insiden ini mengungkap kerentanan pengadilan terhadap ancaman tak terduga. Oleh karena itu, otoritas harus mengevaluasi protokol keamanan dengan segera.
Latar Belakang Sengketa Properti
Pelaku bertindak karena yakin akan kalah dalam kasus sengketa properti, menurut laporan media lokal. Perselisihan ini berpusat pada klaim warisan tanah di Tirana, masalah umum di Albania pasca-reformasi peradilan 2016. Pelaku menyembunyikan senjata ilegal di pakaiannya, melewati pemeriksaan keamanan yang lemah. Misalnya, revolver tersebut kemungkinan lolos deteksi karena kurangnya pemindai logam canggih di pintu masuk.
Reformasi peradilan yang didukung Uni Eropa dan Amerika Serikat sejak 2016 menyebabkan penumpukan puluhan ribu kasus, termasuk sengketa properti. Hakim seperti Kalaja menghadapi tekanan besar untuk menyelesaikan kasus-kasus ini. Dengan demikian, ketegangan di ruang sidang meningkat, terutama dalam kasus sensitif. Selain itu, frustrasi pelaku mencerminkan masalah sosial yang lebih luas di Albania. Oleh karena itu, insiden ini menyoroti kebutuhan mendesak akan perlindungan hakim.
Pembunuhan Hakim di Pengadilan: Respons Pemimpin Albania
Perdana Menteri Edi Rama mengutuk insiden ini sebagai “tragedi yang memilukan” melalui unggahan di X, menyerukan hukuman maksimal bagi pelaku dan pelaku kejahatan senjata api lainnya. Rama mendesak peningkatan keamanan pengadilan, termasuk pemasangan detektor logam dan pelatihan personel. Misalnya, ia mengusulkan anggaran tambahan untuk peralatan keamanan modern.
Presiden Bajram Begaj menyebut pembunuhan hakim di pengadilan ini sebagai “serangan terhadap fondasi peradilan,” menuntut investigasi menyeluruh terhadap kelalaian keamanan. Selain itu, Jaksa Agung Olsian Çela mendorong perlindungan tambahan bagi hakim di seluruh Albania. Dengan demikian, respons ini menunjukkan komitmen untuk mencegah insiden serupa. Oleh karena itu, pemerintah harus bertindak cepat untuk menutup celah keamanan.
Kekerasan Senjata Api di Albania
Albania mencatat 213 insiden senjata api dari Januari hingga Juni 2025, menurut Pusat Pengendalian Senjata Kecil dan Senjata Ringan Eropa Tenggara dan Timur. Angka ini meliputi 43 kasus perselisihan publik, jauh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Kosovo. Hukum Albania menghukum kepemilikan senjata ilegal hingga tiga tahun penjara, tetapi penegakan hukum tetap lemah akibat warisan konflik pasca-komunis.
Insiden pembunuhan hakim di pengadilan ini memperparah backlog kasus pengadilan, yang mencapai puluhan ribu sejak 2016. Misalnya, hakim kini enggan menangani kasus sensitif, berpotensi memperlambat keadilan lebih jauh. Selain itu, Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) mendesak Albania memperketat kontrol senjata. Dengan demikian, tekanan internasional dapat mendorong undang-undang baru. Oleh karena itu, reformasi keamanan menjadi prioritas untuk mencegah tragedi serupa.
Implikasi untuk Sistem Peradilan Albania
Tragedi ini menyoroti kelemahan reformasi peradilan Albania, yang bertujuan memerangi korupsi namun meninggalkan hakim rentan terhadap ancaman. Astrit Kalaja, hakim berpengalaman sejak 2019, menjadi korban sistem yang kekurangan sumber daya keamanan. Pemimpin oposisi Gazment Bardhi menyebut ini “kasus pertama dalam 35 tahun,” menyerukan refleksi nasional tentang perlindungan hakim.
Aktivis seperti Sidorela Vatnikaj di media sosial menyebut kejadian ini “mengerikan,” menekankan krisis supremasi hukum. Selain itu, insiden ini berisiko menurunkan kepercayaan publik terhadap pengadilan, terutama dengan backlog kasus yang terus membengkak. Dengan demikian, pemerintah harus melatih hakim dalam protokol darurat dan memperkuat pengawasan senjata. Oleh karena itu, langkah ini akan memperkuat sistem peradilan dan mencegah ancaman serupa.
- Kronologi Utama: Terdakwa tembak Hakim Astrit Kalaja di sidang Tirana; pelaku ditangkap.
- Korban: Hakim tewas; ayah dan anak luka stabil.
- Respons: Rama serukan hukuman berat; Begaj kutuk serangan pada peradilan.
- Statistik: 213 insiden senjata api di Albania Jan-Jun 2025.
- Implikasi: Reformasi keamanan pengadilan dan kontrol senjata mendesak.